Mengenai Saya

Foto saya
Informasi-Komunikasi dan Teknologi memfasilitasi kita untuk saling berbagi makna kehidupan. Pengelola dapat dihubungi melalui e-mail : darssetia@yahoo.co.id

Senin, 05 Mei 2008

KRITIK vs KRITIK


Memenuhi janji saya untuk memuat suatu berita yang menarik tentang implementasi Kebijakan Pendidikan di lapangan (Program Bebas Buta Angka/Aksara) dari Depdiknas, berikut secara lengkap saya "copy" isi berita tersebut dari sumbernya.
Diakhir berita, pada saatnya nanti saya akan memberikan komentar, atau Anda boleh mengomentarinya, dengan meng-"klik" di sisi kanan bawah pada tulisan komentar dan menuliskannya.

Aparat Desa Kritik Pedas Mendiknas
http://menkokesra.go.id -- Berita 6 APRIL 2008:
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menuai kritik pedas dari aparat pemerintahan desa. Bambang dianggap selama ini lebih percaya kepada laporan bawahannya, tanpa pernah meneliti kebenarannya.

Kritikan itu disampaikan aparat desa kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) saat menjadi pemateri dalam Kongres Gerakan Ekonomi Masyarakat (Gema) Desa di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (6/4/2008).

Salah satu kritikan dilontarkan Karsidi, Kepala Desa Karanggayam, Kecamatan/Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Di hadapan ribuan kepala desa, lurah, dan kepala dusun peserta kongres yang berasal dari 1.000 desa se-Jawa Tengah, Karsidi dengan lantang mempertanyakan program penuntasan buta aksara yang selama ini dikatakan telah berhasil.

Padahal, katanya, jumlah warga yang tidak bisa baca, tulis, dan berhitung di pedesaan masih sangat tinggi. "Mungkin di kantor Bapak di Jakarta sana, selalu menerima laporan bahwa desa-desa sekarang sudah bebas buta aksara. Padahal, itu hanya pesanan dari atas. Lihat saja Temanggung, daerah asal Bapak, dan Jawa Tengah khususnya. Masih banyak yang buta huruf," kata Karsidi disambut suara riuh peserta lain.

Karsidi bahkan dengan terang-terangan menolak keberadaan pendidikan kesetaraan yang dinilainya berkualitas rendah.

Menanggapi kritikan Karsidi, Mendiknas menegaskan bahwa selama ini dia dan jajarannya selalu mencoba berprasangka baik kepada aparat yang berada di daerah. Kalau kemudian ternyata laporan yang mereka terima selama ini tidak sesuai kenyataan, itu artinya aparat di daerah, termasuk para kepala desa dan jajarannya yang telah melakukan kebohongan.

"Baru sekarang saya sadar kalau telah dibohongi. Ini akan saya teliti lebih jauh, kalau ternyata bohong, saya akan lapor ke Presiden bahwa aparat desa banyak yang bohong," kata Mendiknas.

Terkait tuntutan agar kualitas pendidikan kesetaraan sama dengan pendidikan formal, Mendiknas menegaskan hal itu sulit diwujudkan. "Namanya saja pengganti. Kalau minta sama, tentu tidak mungkin. Ini demi keadilan, supaya jangan ada warga yang tidak bisa sekolah," ujarnya.

Meski kualitasnya tidak sama dengan pendidikan formal, ujarnya, namun untuk pengakuan terhadap ijasah tetap sama, dijamin undang-undang sistem pendidikan nasional. Sehingga, kalau ada sekolah atau perguruan tinggi yang menolak, bisa dituntut di pengadilan. (mo/pd)

Itulah sepenggal dialog ANEH TAPI NYATA di dalam dongeng pendidikan anak bangsa. DIAKUI KUALITAS HASIL BELAJARNYA TIDAK SAMA, tapi PENGAKUAN IJAZAHNYA SAMA, naaah lu.....sejak kapan kita pandai bersilat lidah?. Lalu dimana letak ESENSI IJAZAH SEKOLAH?.
Yaaaah terima sajalah kenyataan ini, bahwa memang pendidikan kita memang masih berkutat-berkutit di area "kebohongan" alias "permen karet" yang nampak mulut mengunyah makanan, namun tak sedikitpun gizi makanan ada di dalam mulut.
Yang penting kan semua orang melihat peserta didik pada mengunyah.....terlepas yang dikunyah adalah....."sampah pendidikan"???. Padahal 2 Mei 2008 yang lalu kita sudah memasang spanduk besar-besaran bahkan membelah jalan tol, dengan slogan PENDIDIKAN YANG BERMUTU TINGGI UNTUK SEMUA"....semua yang mana?.

Ibarat kita selalu meminta kepada para Guru di sekolah agar mengikuti kaidah implementasi kurikulum yang benar, dengan melakukan proses layanan belajar pada peserta didik yang mengikuti remediasi, karena tidak memenuhi ketuntasan belajarnya. Namun kita sekaligus mencontohkan hal itu tidak perlu dilakukan saat ada peserta didik yang tidak lulus Ujian Nasional, kemudian langsung mengikuti Ujian Nasional Ulang. Dan seharusnya kalau tidak juga lulus mengikuti Ujian Nasional Ulang, peserta ujian tersebut masih berhak mengikuti Ujian Nasional Ulang Ulang....sampai habiiiis. Haaa?.....Apa kata dunia kalau Ujian didesain untuk menghabiskan siswa pada periode tahun ajaran yang sama????. Apakah memang Ujian Nasional memang diarahkan menjadi tujuan sekolah???

Sesama Busway memang tidak disiapkan double track sehingga tidak dapat saling mendahului, jadi kepada teman-teman yang berada di dalam rumah pendidikan sekolah (formal maupun non formal) jangan marah ya......kan kita sesama Busway...TQ.

Tidak ada komentar:

CALON ASTRONOM

CALON ASTRONOM
ICHA cucu keduaku dari anak pertamaku Lia