Mengenai Saya

Foto saya
Informasi-Komunikasi dan Teknologi memfasilitasi kita untuk saling berbagi makna kehidupan. Pengelola dapat dihubungi melalui e-mail : darssetia@yahoo.co.id

Jumat, 07 Maret 2008

UJIAN


Pagi-pagi seperti biasa, acara saya nonton TV dimulai dengan menikmati acara Mama dan Aa “curhat doong” di chanel Indosiar dengan tema curhatnya adalah “sombong?, ke laut saja”. Yang secara spesial melekat di benak saya pagi tadi adalah ungkapan Mama Dedeh (Ustadzah Dedeh), bahwa setiap manusia akan menerima ujian dari Allah dan tinggal bagaimana cara kita menyikapi atau memaknai ujian tersebut.
Ada dua macam ujian yaitu ujian yang “hasanah” dan ujian yang “syaiah”. Termasuk di dalam peristiwa ujian “syaiah” misalnya musibah sakit, usaha bangkrut, ditipu orang, kecelakaan, bencana dan sebagainya. Kemudian Mama Dedeh berkata kalau ujian yang “hasanah” contohnya antara lain “naik pangkat dan jabatan gratis”, atau “dapat penghargaan dan pujian gratiiis”, atau “dapat istri gratiiis”, atau “dapat rumah baru gratiiis”. Semula saya tersenyum simpul sendiri saat mendengar ungkapan “dapat istri gratis”, namun setelah saya “cerdasi” sendiri, ternyata benar adanya. Memiliki seorang istri atau suami bagi setiap hamba Allah adalah ujian, dan bisa jadi ujian yang “syaiah” atau ujian yang “hasanah” tergantung dari kenyataan yang kita hadapi di dalam rumah tangga masing-masing.
Setelah berumah tangga 32 tahun lamanya, saya baru menyadari betul, bahwa apapun keadaannya bagi setiap suami atau istri, memiliki pasangan hidup itu adalah juga ujian dari Allah SWT, agar dapat berbakti serta tetap mencintaiNya. Banyak yang tidak memahami masalah ini, sehingga seringkali merespon ujian (terutama yang “syaiah”) dengan kemarahan, kekesalan, umpatan, keluhan, kekerasan, penghianatan bahkan dengan hujatan tidak saja kepada pasangannya, akan tetapi juga banyak yang mengalamatkan kepada Sang Pemberi Ujian yaitu Allah Swt. Astaghfirullahaladziim, mungkin saya dan anda pernah melakukannya, karena ketidakfahaman atau keterbatasan akan adanya ujian yang diberikan Sang Maha Kasih kepada hambaNya. Namun tidak perlu berkecil hati, karena saat saya dan anda (kita) tidak lulus pada ujian yang satu, maka dihadapan kita telah disajikan ujian berikutnya, sehingga kita memperoleh peluang untuk selalu meningkatkan kualitas (Quality improvement) keimanan kita. Dan janganlah pernah berpikir bahwa saat kita mampu menghujat setiap ujian yang adatang, maka ujian berikutnya akan berhenti menghampiri kita. Kalau ujian diposisikan seperti ini, maka ujian menjadi hak dari manusia, sehingga sifat keadilan dan kesetaraan Allah, dapat dinikmati oleh setiap hamba Allah, siapapun dia, setinggi apapun jabatan atau pangkatnya, sekaya apapun harta duniawinya, dan last but not least sepandai atau secerdas apapun otaknya.
Oleh karena itu hendaknya kita tidak terpeleset untuk menggunggat ujian yang menjadi hak kita sendiri.
Akan lebih baik manakala mensikapi setiap ujian yang diterima, menjalaninya dengan sabar, ikhlas, tawakal, amanah dan senantiasa mensyukuri datangnya ujian tersebut. Di dalam pengajian malam jum’at (tadi malam) pak Ustadz mengatakan bahwa sifat yang pandai mensyukuri pemberian (ujian) Allah, disebut dengan “syakiir” sedangkan sifat yang lebih dan lebih lagi mensyukuri nikmat Allah, disebut dengan “syakur”. Identitas hamba Allah yang “syakur” dapat dilihat dari sikapnya saat menghadapi ujian Allah, misalnya mendapatkan penyakit, kemudian dari hasil evaluasi diri (self evaluation) seseorang mampu mensyukuri datangnya sakit tersebut, bukan sebagai malapetaka, akan tetapi sebagai peringatan Allah, bahwasanya Allah tetap memberika perhatian terhadap dirinya.
Subhanallah, Maha Suci Allah.

Cijantoeng tiga, saat sepi di rumah, 7 Maret 2008.

Sabtu, 01 Maret 2008

ANALOGI BANJIRNYA KALI KRESEK

Setiap kali saya bermain di kolam renang Tirtayasa (Kuwak), ataupun di kolam renang Paggora, perjalanan saya selalu melewati kali Kresek yang berada di sisi timur Taman Makam Pahlawan Kediri, atau disebelah barat dari Asrama Polisi. Ciri khas kali Kresek di kawasan itu adalah dasar kali yang berbatuan, besar-besar lagi. Setelah belajar di SMA, saya baru mengetahui bahwa kali Kresek bermuara ke sungai Brantas yang berada di daerah Gampengrejo,seiring dengan meningkatnya frekuensi kunjungan saya ke rumah mbah kakung (mbah Lurah Tosari Nurhasyim) di desa Juwet Minggiran.
Lalu ada apa dengan kali Kresek, nah berita media cetak kemarin sedikit mengejutkan saya, karena limpahan air kali Kresek meluber kemana-mana sehingga membanjiri lahan persawahan yang siap panen di empat desa daerah Gampengrejo yaitu, Kewadungan, Sambirejo, Mutih dan Karangrejo.
Dipastikan sekitar 95 hektar sawah di sepanjang kiri dan kanan kali Kresek akan gagal panen periode ini, padahaldalamkondisi ekonomi yang susah seperti sekarang para petani hanya megantungkan nasib ekonominya dari kegiatan bertani.
Kalau banjir karena luapan air kali,….kan terjadi dimana-mana, di seantero wilayah tanah air kita, sehingga bukan lagi suatu peristiwa luar biasa, apalagi banjirnya cuman dalam wjud air dan paling-paling 4 sampai 5 hari juga sudah surut dan selesai. Sedangkan di Porong Sidoarjo ada banjir yang berlangsung bertahun-tahun tidak pernah surut, luberannya bukan hanya air tapi mayoritas luapan lumpur panas ditambah gas berbahaya lagi,…..anehnya tidak ditindak-lanjuti sebagai peristiwa darurat luar biasa yang harus segera di selesaikan secara tuntas. Saya membuat analogi ini bukan untuk mengecilkan arti penderitaan para petani disepanjang kali Kresek yang kebanjiran, akan tetapi sekedar mengingatkan bahwa kita harus bersiap-siap kecewa manakala “sekedar mengharapkan bantuan dari instansi publik, mengingat belaiu-beliau yang di Jakarta saja sedang pusing menjalankan perintah Presiden untuk menuntaskan luapan lumpur Sidoarjo”. Anda mungkin tidak akan percaya, bahwa seorang Presiden sampai harus memindahkan kantornya ke lokasi musibah, dan mengendalikan pemerintahannya dari tempat terjadinya bencana. Salah satunya adalah Presiden SBY kita, yang menginstruksikan langsung untuk penuntasan masalah luapan lumpur dan gas berbahaya, sehingga masyarakat miskin yang menderita tidak terus berkelanjutan teraniaya oleh urusan bisnis yang mengawali kejadian musibah tersebut.
Koran Kompas pernah memuat berita (yang seharusnya menggembirakan kita) bahwa ada pihak pengusaha kontraktor teknik dari Jerman, yang sanggup menghentikan semburan lumpur diSidoarjo tersebut denankompenasai baiaya sekian juta $ US. Namun saya dan anak-anak saya bersepakat dalam satu pendapat bahwa tawaran itu pasti ditolak, dengan perkiraan positif bahwa pihak pelaksana teknis bisnis pengeboran masih sanggup melaksanakan “penghentian semburan lumpur”,sedangkan perkiraan negatifnya ikuti saja cara-cara China, yang piawai dan sukses dalam menjalankan pencurian teknologi tinggi seperti halnya negara tetanganya Jepang.
Mohon diartikan saya menulis bisnis pengeboran dengan huruf tebal, dengan sengaja agar tidak diplesetkan dalam pengambilan peran tangung jawabnya, mengingat diskusi di gedung parlemen sudah diarahkan bentukkan opininya bahwa semburan lumpur dan gas itu bukanlah tujuan bisnis, karena tidak akan mendatangkan keuntungan apapun bagi pihak pengebor!.
Jadi masalah yang terjadi adalah kesalahan pelaksanaan teknis dari proses pengeboran, atau yang sering disebut secara umum sebagai bencana teknologi, karena semburan lumpur dan gas itu terjadi sebagai akibat adanya aktivitas teknologi. Itulah kondisi faktual yang secara kronologis dapat dilaporkan dalam berbagai laporan ilmiah bidang teknologi, sebagai pembelajaran bagi generasi masa datang. Janganlah kita merekayasa proses kejadian kesalahan penerapan bencana teknologi sebagai ekspresi upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan mengalihkannya menjadi peristiwa alam sehingga kejadian tersebut menjadi bencana alam.
Di posisi cara berpikir inilah kita sekarang sedang diuji untuk berani jujur mengakui akan kesalahan dan keterbatasan sebagai hamba, karena Tuhan akan marah manakala muncul kesombongan dalam diri manusia yang melakukan pembenaran dengan meyalahkan rencanaTuhan dalam bentuk pemberian label penyebab semburan lumpur dan gas beracun sebagai bencana alam, alias di luar tanggung jawab penyebab manusiawi. Persis seperti terjadinya banjir karena meningkatnya debit air sungai di luar kapasitas sungai bersangkutan, sebagai akibat menurunnya penyerapan air karena hutannya digunduli orang. Kemudian kita memberikan label bencana alam, sementara bos-bos pembalak hutan dengan bebas menikmati hasil bisnis dan menanam dananya sebagai devisa tambahan justru di negara lain.
Tidak mudah memang, namun harus kita mulai dari sekarang, untuk berani mengambil resiko tanggung-jawab bisnis yang merugi. Jangan berdagang hanya mau untungnya saja, karena keuntungan itu adalah rejeki yang menjadi hak serta skenarionya Allah, kecuali memang dengan sengaja akan mengingkari hakikat keimanannya. Naudzubillah mindzalik.
Kita selayaknya takut untuk berbuat tidak adil kepada sesama hamba Tuhan, tapi selayaknya kita juga takut kepada pencatutan skenario Allah dalam proses bencana alam.
Analogi banjirnya kali Kresek memang jauh dari penyebab bencana teknologi, namun patut disyukuri bahwa setidaknya kita tidak lagi menyatakan penyebabnya sebagai bencana alam pada luapan air bah di kali Kresek, karena kita juga tahu, bahwa terjadi penyempitan lebar kali karena adanya pengembangan tata bangunan di wilayah tertentu, serta meningkatnya debit air sebagai akibat penebangan pohon di lereng gunung Kelud yang menjadi lokasi hulu kali. Dengan demikian kita sudah berusaha menjauhi dosa dengan cara menutupi dosa melalui skenario Tuhan yang bernama bencana alam. Bagi mereka yang tidak sepaham dengan pemikiran seperti ini adalah hak mereka pula, karena memang Tuhan Maha Kaya dengan segala bentuk variasi serta formulasi pikiran hamba-hambaNya.

CALON ASTRONOM

CALON ASTRONOM
ICHA cucu keduaku dari anak pertamaku Lia